Pernyataan sikap Petisi Rakyat Papua PRP Sekber Wilayah YogYakarta. |
"Bebaskan Victor Yeimo Dan Tahanan Politik Lainnya Tanpa Syarat Serta Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Rakyat West Papua Sebagai Solusi Yang Demokratis".
Viktor Frederik Yeimo ditangkap pada tanggal 9 Mei 2021, pukul 19:15 Wit disekitar wilayah Tanah Hitam, Abepura, Kota Jayapura. Pada saat penangkapan petugas tidak perna menunjukan Surat Tugas dan Surat Penangkapan justru ditujukkan setelah dirinya tiba di Polda Papua.
Penangkapan Victor Yeimo karena kejadian demo anti rasisme bermula dari situasi Mahasiswa Papua di Kota Surabaya, yakni pada tanggal 16 Agustus 2019 telah terjadi penyerangan dan pengepungan terhadap Asrama oleh Ormas bersama dengan aparat gabungan TNI dan POLRI sambil berteriak serta melontarkan kata-kata makian dan ucapan berbau rasis seperti “monyet wei monyet keluar kau” dan juga menyanyikan Yel-Yel yang berbunyi, “usir-usir, usir papua, usir papua sekarang juga”, peristiwa ini disebabkan karena adanya bendera merah putih yang ditemukan di selokan dan mahasiswa Papua yang dituduh sebagai pihak yang membuang bendera di selokan tanpa penyelidikan terlebih dahulu siapa sebenarnya pihak yang membuang bendera merah putih tersebut. Selanjutnya pada tanggal 17 Agustus 2019, aparat kepolisian (Satuan Brimob) mendatangi Asrama Mahasiswa Kamasan Papua, mengepung Asrama tersebut, sambil menembak gas air mata sebanyak 23 kali kearah mahasiswa yang tinggal di Asrama, aparat mendobrak pintu pagar hingga rusak lalu menangkap 43 Mahasiswa Papua, kemudian di bawa ke Mapolres Surabaya dan diperiksa dengan tuduhan menjatuhkan bendera di selokan, tindakan ucapan rasis dan tindakan penyerangan ke asrama mahasiswa oleh pihak kepolisian ini terekam dalam video singkat yang kemudian menjadi viral.
Tinakan rasis dan intimidasi yang dilakukan di Kota Surabaya tersebut kemudian menyebabkan kemarahan’ mayoritas masyarakat Papua pada tanggal tanggal 19 – 29 Agustus 2019, mahasiswa dan masyarakat Papua hampir di seluruh Tanah Papua melakukan aksi damai mengutuk dan menolak tindakan rasis, intimidasi dan persekusi terhadap mahasiswa di beberapa kota studi di Indonesia, khususnya di Asrama Papua Kamasan di Surabaya, Jawa Timur. Kekecewaan dan kemarahan dari mahasiswa dan masyarakat Papua disebabkan oleh peristiswa rasisme tersebut, juga merupakan akumulasi ketidakpercayaan terhadap Pemerintah dan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan segala pelanggaran HAM di Tanah Papua, terjadinya persoalan marginalisasi dan diskriminatif terhadap orang asli Papua yang hampir terjadi di segala aspek kehidupan di Tanah Papua.
Demo Damai menentang rasisme di Papua khusus kota Jayapura dikoordinir oleh Alexander Gobay (Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura), Fery Kombo (Mantan Ketua BEM Uncen) dan aktifis mahasiswa lainnya yang tergabung dalam BEM Se-Kota Jayapura bersama Kelompok Cipayung Se-Kota Jayapura pada tanggal 19 Agustus 2019 dan 29 Agustus 2019 dengan melibatkan semua komponen masyarakat Papua termasuk Victor Yeimo yang hadir secara pribadi dan melakukan orasi menentang rasisme karena didorong oleh realitas rasisme di Negeri ini yang terjadi berulang-ulang terhadap orang Papua khususnya di luar Papua yang puncaknya terjadi peristiwa rasis di Surabaya terhadap mahasiswa Papua.
Aksi turun jalan secara damai oleh mahasiswa dan masyarakat Papua di beberapa daerah akhirnya berujung pada penangkapan sewenang-wenang atau tidak sesuai hukum terhadap massa aksi/mahasiswa, kriminalisasi terhadap aktivis dan pegiat HAM baik di Papua maupun di luar Papua (termasuk tuduhan makar dan provokator terhadap Rakyat Papua terutama Victor Yeimo) bahkan sampai pada penghilangan nyawa manusia, khususnya warga sipil Papua di beberapa daerah yang melakukan aksi turun jalan tersebut. Selain dampak tersebut, setelah terjadi penangkapan sewenang-wenang pemerintah Indonesia memutuskan akses informasi (khususnya akses internet) di Tanah Papua. Akses internet diputuskan dengan alasan untuk tidak menyebarkan berita bohong/hoax. Pada hal, ini perlakuan negara kolonial Indonesia slalu dilakukan untuk menutupi realita sebenarnya yang terjadi di Papua sehingga publik di luar Papua mengkonsumsi berita dari media-media yang dikuasai oleh pemerintah tentunya HOAX/tidak sesuai dengan kenyataan. Kemudian apa yang terjadi seperti penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, penyerangan dan warga sipil yang meninggal tidak diketahui oleh publik di Luar Papua.
Dari realita diatas yang selalu jadi pertanyaan mengapa telah ada upaya-upaya damai untuk menyelesaikan akar persoalan Papua, tetapi masih saja terjadi pembungkaman terhadap setiap gerakan masyarakat sipil di Papua dengan stigma separatis dan “jerat” hukum pasal Makar yang hampir setiap saat dialami secara bergantian oleh mereka yang memperjuangkan hak-hak dasar Masyarakat Papua, salah satunya yang dialami oleh beberapa Masyarakat Papua yang mengalami “stigma” dan “jerat” Makar hanya karena melakukan atau terlibat dalam AKSI DEMO MENENTANG RASISME YANG TERJADI DI SURABAYA PADA TAHUN 2019 yang kemudian direspon dengan penangkapan, penahanan dan proses hukum yang telah dijalani oleh beberapa Penanggung Jawab Demo seperti Alexander Gobay, Ferry Kombo, Hengki Hilapok, Irwanus Uropmabin, Agus Kosay, Buchtar Tabuni dan Franis Wasini serta kini sedang dihadapi oleh Victor Yeimo sendiri.
Dengan segala macam kekerasan, ketidakadilan, ketidakmanusian, diskriminasi, rasis dan lain sebagainya menyebabkan terjadinya genosida, ekosida dan etnosida secara sistematis dan terstruktur diatas tanah Papua. Maka, kami yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) menyatakan sikap tegas:
1. Cabut Otonomi Khusus Jilid II, dalam kebijakan UU Nomor 2 Tahun 2021.
2. Rakyat Papua Mendukung Perjuangan Rakyat Kali Progo, Tutup Penggalian Pasir di Kali Progo
3. Hentikan rencana Pemekaran Provinsi di Tanah Papua, Papua Barat daya, Papua Tengah, Papua Selatan yang merupakan politik pendudukan dan politik pecah belah di Papua;
4. Tarik Militer Organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua.
5. TOLAK pembangunan POLRES DAN KODIM di Kab. Dogiyai dan Daerah Lain Di Papua.
6. Berikan akses Jurnalis Independen, Internasional untuk datang ke Papua dan menginvestigasi segala bentuk kejahatan kemanusiaan di tanah Papua.
7. Berikan akses Palang Merah Internasional, untuk memberikan akses pelayanan Kesehatan terhadap 67 ribu pengungsi, di Kabupaten Nduga, Intan Jaya, Puncak Papua, Pegunungan Bintang, Maybrat dan Yahukimo.
8. Bebaskan Victor Yeimo dan seluruh tahanan Politik di Tanah Papua TANPA SYARAT!
9. Hentikan Kriminalisasi Aktivis di Indonesia dan Papua
10. Segera hentikan rencana pembangunan bandara udara antariksa di Biak.
11. Pemerintah Indonesia segera membuka akses bagi komunitas Internasional untuk datang ke Papua yakni: Komisi Tinggi HAM PBB, Pelapor Khusus tentang Pengungsi, Anggota Kongres, Jurnalis - Akademisi Internasional.
12. Mendesak komunitas Internasional, UNI Eropa, Amerika Australia, New Zealand, Negara-negara ASEAN, China, International Money Fund (IMF), World Bank, untuk menghentikan bantuan dana kepada pemerintah Indonesia, karena selama 59 tahun telah terbukti gagal membangun Papua, yang berdampak pada genosida, etnosida, dan ekosida di tanah Papua.
13. Tutup semua perusahaan asing di seluruh Tanah Papua meliputi: PT. Freeport, LNG Tangguh, MIFEE, Blok Wabu.
14. Mendukung perjuangan rakyat di Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Cabut IPL.
15. Hentikan uji coba nuklir di Pasifik yang dilakukan oleh Prancis, Amerika, New Zealand dan Australia
16. Cabut UU KUHP Pasal Bermasalah
17. Turunkan Harga BBM
18. Cabut Perpu UU Cipta Kerja
19. Stop RASISME
20. Berikan Hak Menentu Nasib Sendiri Bagi Bangsa West Papua
Demikian Pernyataan sikap ini kami buat, atas nama seluruh pejuang yang telah mati diatas tangan penjajah dan atas nama rakyat Papua barat yang telah lama hidup dibawah rantai penindasan kolonialisme Indonesia dan kapitalisme, kami akan terus berjuang hingga terciptanya kemerdekaan sejati di atas bumi tercinta kita West Papua.
Medan Juang
Yogyakarta, 17 Januari 2023
Tertanda,
a.n. 122 Organisasi dan 718.179 Suara Rakyat Papua
Cabut Otonomi Khusus Jilid II, Cabut UU Pemekaran Dan Gelar Referendum Di Papua.(Ukc/Facebook.PRP)