Seruan Mahasiswa Nduga |
Pernyataan Sikap Bersama Ikatan Pelajar Dan Mahasiswa Nduga Se Indonesia Wilayah Barat
“Atas Proses Hukum Terdakwa Kasus Penembakan Dan Mutilasi 4 Warga Sipil Di Timika”
Perencanaan, penembakan dan mutilasi 4 (Empat) warga sipil pada 22 agustus 2022 atas nama Alm. Arnold Lokbere, Alm. Irian Nirigi, Alm. Lemanion Nirigi dan Alm Atis Tini dilakukan secara Sadar,Terencana dan Sistematis. Hingga kini 10 (Sepuluh) orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, dan 6 (Enam) diantaranya merupakan prajurit aktif dari kesatuan Detasemen Markas (Denma) Brigade Infanteri 20/Ima Jaya Keramo Kostrad.
Terdakwa 6 (Enam ) Prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang disidangkan yakni Kapten (Inf) Dominggus Kainama, Prajurit Satu (Pratu) Rahmat Amin Sese, Pratu Robertus Putra Clinsman, Pratu Rizky Oktav Muliawan, dan Prajurit Kepala Pargo Rumbouw diadili melalui pengadilan militer III -19 Jayapura, Papua. Sedangkan, Mayor (Inf) Helmanto Fransiskus Dakhi diadili melalui Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya, Jawa Timur. Untuk 4 (Empat) Tersangka sipil berkas perkaranya masih belum dilimpahkan ke pengadilan umum.
Proses persidangan pelaku Militer sudah berlangsung sejak tahap Perdana digelar pada tanggal 12 sampai 14 Desember 2022 di jayapura dengan agenda pemeriksaan oknum pelaku, pemeriksaan saksi korban, penjualan Senapan Api. Pada tahap selanjutnya tanggal 16-17 januari Pemeriksaan tersangka Mayor Hermanto Fransiskus Dakhi dan persidangan lanjutan pada tanggal 19 Januari 2023. Dalam siaran pers koalisi masyarakat sipil untuk penegakan Hukum dan Ham pada 16 januari 2023 menyebutkan ada beberapa hal yang berjalan serampangan dan terkesan melindungi pelaku TNI, Diantaranya Persidangan Tidak Akuntabel, Transparan, Pelaku Yang Berlatar Belakang Pangkat Mayor Didakwa Tidak Cermat Menggunakan Pasal 480 KUHP Dan Jauh Dari Harapan Keluarga.
Sejak awal kami mahasiswa/I telah menyatakan bahwa segala proses hukum harus dilakukan secara transparan dan terbuka untuk umum. Sesuai dengan permintaan keluarga juga bahwa proses hukum harus dilakukan di Timika, entah itu pelaku sipil maupun militer. Belajar dari berbagai kasus yang ditangani oleh pengadilan militer selama ini dilakukan secara tertutup dan tidak transparan. Pada pengadilan HAM juga mengalami persoalan yang sama, sebut saja
kasus biak berdarah (1998), Paniai berdarah (2014), wasior berdarah(2001) dan kasus lainya. Yang lebih parahnya lagi pada kasus paniai berdarah tersangka Isak Sattu divonis bebas oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM di Makassar (Desember 2022). Dari proses-proses ini kita melihat bahwa negara cenderung dengan sengaja melakukan pembiaran dan tidak memiliki niat baik.
Dengan melihat proses persidangan sejak awal berlangsung lambat, tertutup, tidak transparan, tidak akuntabel dan cenderung melindungi para pelaku, maka kami Ikatan Pelajar Dan Mahasiswa/I Nduga Se-Jawa Dan Bali (IPMNI) yang tergabung bersama keluarga korban dengan ini Menyatakan bahwa :
1. Menolak Terdakwa Mayor Helmanto Fransiskus Dakhi Didakwa menggunakan pasal 480 KUHP oleh Orditurat Tinggi Berdasarkan Informasi SIPP. Hal ini sangat cacat hukum, karena Susunan dan struktur dakwaan ini kami anggap sangat problematis, sebab menaruh Pasal 480 ke-2 KUHP tentang penadahan dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara sebagai dakwaan primer adalah merusak harkat dan martabat kemanusiaan orang papua.
2. Hakim Militer Tinggi III Surabaya dan Orditurat Tinggi Makassar sangat tidak cermat menjalankan proses persidangan dan Terkesan melindungi pelaku
3. Kami juga menolak segala bentuk upaya meringankan beban pelaku oleh pihak mana pun selama persidangan berlangsung
4. Setiap pelaku wajib diberikan hukuman yang setimpal dengan menggunakan pasal yang sesuai yaitu pasal 340 KUHP ( Terencana, Terstruktur , dan Sistematis )
5. Mahkamah Agung Segera mencabut dan mengatrol Dakwaan-dakwaan manipulatif yang terjadi pada persidangan.
Mendesak kepada :
1. Presiden Jokowi untuk melihat segala fakta proses persidangan bagi orang papua secara langsung
2. Menkopolhukam melakukan kontrol atas setiap persidangan di Papua
3. Panglima Tentara Nasional Indonesia melakukan pengawasan terhadap proses peradilan dan penegakan hukum secara transparan dan akuntabel bagi para anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana pembunuhan disertai mutilasi yang terjadi di Timika;
4. Ketua Mahkamah Agung melakukan pemantauan langsung atas kinerja perangkat peradilan yang menyidangkan para terdakwa anggota militer maupun sipil.
5. Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia segera memutuskan permohonan untuk memberikan perlindungan serta pemulihan yang telah diajukan oleh keluarga para korban
Demikian pernyataan dan desakan bersama atas persidangan yang sedang berlangsung
Ikatan Pelajar Dan Mahasiswa Nduga Se- Indonesia Wilayah Barat
Kamis, 19 Januari 2023