Proses Sulit Yang Dinamakan BELAJAR
UNTUK BERHARAP
Siapa guru
yang harus saya pilih untuk kelas? Itulah pertanyaan yang seringkali
dilontarkan oleh para adik kelas kepada para senior ketika hendak memilih
kelas. Setiap kali saya menerima pertanyaan seperti itu dari adik-adik kelas
saya, saya selalu bertanya balik kepada mereka, “Yang mana yang kamu mau? Yang
menyenangkan? Atau yang dapat mendidik?”
Saya yakin
setiap dari kita setuju, sesuatu yang menyenangkan tidak selalu mendidik, dan
sesuatu yang mendidik tidak selalu menyenangkan. Mengapa saya membahas ini?
Karena saya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa rencana Tuhan di hidup
kita bukanlah untuk membuat hidup kita menjadi menyenangkan karena hal-hal
duniawi, melainkan untuk mendidik kita di dalam hidup ini sehingga kita dapat
mengenal kebenaran dan berjalan di dalam kebenaran.
Dan seperti
yang kita bicarakan tadi, sesuatu yang mendidik terkadang tidaklah
menyenangkan. Begitu pula dengan didikan Tuhan—Tuhan seringkali mendidik kita
bukan melalui proses yang mudah dan menyenangkan, melainkan proses yang
sulit—sebuah proses yang memaksa kita untuk berserah dan berharap penuh
kepada-Nya.
BERHARAP
YANG SESUNGGUHNYA BUKANLAH SEBUAH PROSES YANG MENYENANGKAN DAN MUDAH
Di dalam
hidup ini, setiap hari kita pasti berharap. Namun, ada jenis berharap yang
tidak sungguh-sungguh berharap, dan ada juga jenis berharap yang
sungguh-sungguh berharap. Mari saya jelaskan apa yang saya maksudkan.
Contoh
berharap yang tidak sungguh-sungguh berharap:
“Saya berharap
makanan yang akan keluar enak!”
“Saya
berharap orang yang nanti duduk di sebelah saya adalah seseorang yang cantik!”
“Saya
berharap undian tersebut dimenangkan oleh saya!”
Contoh
berharap yang sungguh-sungguh berharap:
“Saya
berharap ibu saya dapat selamat dari penyakit ini!”
“Saya
berharap saya dapat cepat mendapatkan pekerjaan!”
“Saya
berharap polisi menemukan anak saya yang hilang!”
Kalian
melihat perbedaannya bukan? Ada jenis berharap dimana jika harapan tersebut
tidak terwujud, kita akan tetap santai dan merasa semua baik-baik saja. Tetapi
ada juga jenis berharap dimana jika harapan tersebut tidak terwujud, kita akan
terluka dengan luar biasa. Namun, Tuhan tidak pernah mendidik kita melalui
berharap yang tidak sungguh-sungguh berharap, melainkan dia selalu mendidik
kita dengan meletakkan kita di kondisi dimana kita harus berharap dengan
sungguh-sungguh berharap.
Ketika saya
membaca Alkitab, saya menemukan sebuah trendyang sangat aneh. Tuhan seringkali
bukan seperti membuat keadaan menjadi lebih baik bagi pengikut-pengikut-Nya,
justru Dia seringkali malah mempersulit keadaan pengikut-pengikut-Nya.
Contohnya:
Yosua
diperhadapkan dengan tembok Yeriko. Tuhan bukannya membiarkan Yosua berperang,
melainkan Dia malah memerintahkannya untuk mengelilingi tembok itu sebanyak
tujuh kali.
Bangsa
Israel diperhadapkan dengan raksasa bernama Goliat. Tuhan bukannya mengirimkan
tentara malaikat, melainkan Dia malah mengirim seorang gembala domba mungil
yang tidak pernah berperang sebelumnya.
Gideon
diperhadapkan dengan puluhan ribu tentara. Tuhan bukannya memberikan Gideon
pasukan yang lebih banyak, melainkan Dia memotong jumlah pasukannya menjadi
hanya 300.
Daniel
diancam akan dimasukkan ke dalam gua singa. Tuhan bukannya membuat Daniel
berhasil kabur, melainkan Dia malah membiarkan Daniel dimasukkan ke dalam gua
singa tersebut.
Unik bukan?
Tuhan bukannya membuat harapan menjadi lebih terlihat, tetapi Dia malah membuat
harapan menjadi semakin tidak terlihat. Namun, satu hal yang saya pelajari dari
Alkitab, Tuhan tidak pernah memaksa kita untuk berharap dengan sia-sia. Dia
selalu mau mengajarkan sesuatu kepada kita melalui keadaan-keadaan sulit yang
Dia sengaja biarkan masuk ke dalam hidup kita.
JADI APA
SAJA YANG TUHAN INGIN AJARKAN KEPADA KITA?
Yang pertama
yang ingin Dia ajarkan adalah untuk kita percaya kepada-Nya. Kebenarannya,
kepercayaan tidak terlatih dan tidak terbukti ketika keadaan sedang berjalan
lancar, melainkan ketika keadaan sedang berantakan.
“Sebab kita
diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan
pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?
Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya
dengan tekun.” (Roma 8:24-25)
Yang kedua
yang ingin Dia ajarkan adalah untuk kita mengenal kehebatan-Nya. Jika kita
tidak pernah mengalami kesulitan besar di hidup kita, maka kita tidak akan
pernah memiliki kesempatan untuk melihat kehebatan Tuhan kita.
Api lilin dapat menunjukkan keindahannya dengan paling maksimal ketika ia berada di tengah kegelapan. Begitu pula dengan Tuhan kita, Dia paling dapat menunjukkan kuasa-Nya di tengah keadaan yang kelihatannya sangat buruk. Maka itu, ketika kita sedang berada di sebuah keadaan yang kelihatannya sudah tidak ada harapan, janganlah mengatakan: “Saya takut akan apa yang masalah ini akan perbuat kepada saya.” Tetapi katakanlah: “Saya semangat untuk melihat apa yang Tuhan akan perbuat di tengah masalah ini.”
Api lilin dapat menunjukkan keindahannya dengan paling maksimal ketika ia berada di tengah kegelapan. Begitu pula dengan Tuhan kita, Dia paling dapat menunjukkan kuasa-Nya di tengah keadaan yang kelihatannya sangat buruk. Maka itu, ketika kita sedang berada di sebuah keadaan yang kelihatannya sudah tidak ada harapan, janganlah mengatakan: “Saya takut akan apa yang masalah ini akan perbuat kepada saya.” Tetapi katakanlah: “Saya semangat untuk melihat apa yang Tuhan akan perbuat di tengah masalah ini.”
Yosua,
Bangsa Israel, Gideon, dan Daniel—semuanya pada akhirnya berhasil mengalahkan
musuh-musuh mereka. Kita belajar bahwa ketika Tuhan yang memimpin, Tuhan yang
akan menolong. Apa yang kelihatannya mustahil bagi manusia, sesungguhnya
sangatlah mungkin bagi Tuhan. Janganlah membatasi kehebatan Tuhan yang sangat
besar dengan imajinasi kita yang sangat kecil. Percayalah bahwa setiap
kesulitan yang kita hadapi adalah sebuah proses yang Tuhan ingin gunakan untuk
mendidik kita. Terus letakkanlah pengharapanmu pada Tuhan—Dia akan membuat
semuanya indah sesuai dengan rancangan-Nya.
“You don’t
need to know HOW, as long as you know WHO.”
“We walk by
FAITH, and not by SIGHT.”
[Sumber :
Grace Depth]