Proses Sulit Yang Dinamakan BELAJAR UNTUK BERHARAP

0

Proses Sulit Yang Dinamakan BELAJAR UNTUK BERHARAP


Siapa guru yang harus saya pilih untuk kelas? Itulah pertanyaan yang seringkali dilontarkan oleh para adik kelas kepada para senior ketika hendak memilih kelas. Setiap kali saya menerima pertanyaan seperti itu dari adik-adik kelas saya, saya selalu bertanya balik kepada mereka, “Yang mana yang kamu mau? Yang menyenangkan? Atau yang dapat mendidik?”


Saya yakin setiap dari kita setuju, sesuatu yang menyenangkan tidak selalu mendidik, dan sesuatu yang mendidik tidak selalu menyenangkan. Mengapa saya membahas ini? Karena saya ingin mengingatkan kepada kita semua bahwa rencana Tuhan di hidup kita bukanlah untuk membuat hidup kita menjadi menyenangkan karena hal-hal duniawi, melainkan untuk mendidik kita di dalam hidup ini sehingga kita dapat mengenal kebenaran dan berjalan di dalam kebenaran.

Dan seperti yang kita bicarakan tadi, sesuatu yang mendidik terkadang tidaklah menyenangkan. Begitu pula dengan didikan Tuhan—Tuhan seringkali mendidik kita bukan melalui proses yang mudah dan menyenangkan, melainkan proses yang sulit—sebuah proses yang memaksa kita untuk berserah dan berharap penuh kepada-Nya. 


BERHARAP YANG SESUNGGUHNYA BUKANLAH SEBUAH PROSES YANG MENYENANGKAN DAN MUDAH

Di dalam hidup ini, setiap hari kita pasti berharap. Namun, ada jenis berharap yang tidak sungguh-sungguh berharap, dan ada juga jenis berharap yang sungguh-sungguh berharap. Mari saya jelaskan apa yang saya maksudkan.

Contoh berharap yang tidak sungguh-sungguh berharap:

“Saya berharap makanan yang akan keluar enak!”
“Saya berharap orang yang nanti duduk di sebelah saya adalah seseorang yang cantik!”
“Saya berharap undian tersebut dimenangkan oleh saya!”
Contoh berharap yang sungguh-sungguh berharap:

“Saya berharap ibu saya dapat selamat dari penyakit ini!”
“Saya berharap saya dapat cepat mendapatkan pekerjaan!”
“Saya berharap polisi menemukan anak saya yang hilang!”
Kalian melihat perbedaannya bukan? Ada jenis berharap dimana jika harapan tersebut tidak terwujud, kita akan tetap santai dan merasa semua baik-baik saja. Tetapi ada juga jenis berharap dimana jika harapan tersebut tidak terwujud, kita akan terluka dengan luar biasa. Namun, Tuhan tidak pernah mendidik kita melalui berharap yang tidak sungguh-sungguh berharap, melainkan dia selalu mendidik kita dengan meletakkan kita di kondisi dimana kita harus berharap dengan sungguh-sungguh berharap. 

Ketika saya membaca Alkitab, saya menemukan sebuah trendyang sangat aneh. Tuhan seringkali bukan seperti membuat keadaan menjadi lebih baik bagi pengikut-pengikut-Nya, justru Dia seringkali malah mempersulit keadaan pengikut-pengikut-Nya. Contohnya:

Yosua diperhadapkan dengan tembok Yeriko. Tuhan bukannya membiarkan Yosua berperang, melainkan Dia malah memerintahkannya untuk mengelilingi tembok itu sebanyak tujuh kali.
Bangsa Israel diperhadapkan dengan raksasa bernama Goliat. Tuhan bukannya mengirimkan tentara malaikat, melainkan Dia malah mengirim seorang gembala domba mungil yang tidak pernah berperang sebelumnya.

Gideon diperhadapkan dengan puluhan ribu tentara. Tuhan bukannya memberikan Gideon pasukan yang lebih banyak, melainkan Dia memotong jumlah pasukannya menjadi hanya 300.

Daniel diancam akan dimasukkan ke dalam gua singa. Tuhan bukannya membuat Daniel berhasil kabur, melainkan Dia malah membiarkan Daniel dimasukkan ke dalam gua singa tersebut.

Unik bukan? Tuhan bukannya membuat harapan menjadi lebih terlihat, tetapi Dia malah membuat harapan menjadi semakin tidak terlihat. Namun, satu hal yang saya pelajari dari Alkitab, Tuhan tidak pernah memaksa kita untuk berharap dengan sia-sia. Dia selalu mau mengajarkan sesuatu kepada kita melalui keadaan-keadaan sulit yang Dia sengaja biarkan masuk ke dalam hidup kita. 

JADI APA SAJA YANG TUHAN INGIN AJARKAN KEPADA KITA?

Yang pertama yang ingin Dia ajarkan adalah untuk kita percaya kepada-Nya. Kebenarannya, kepercayaan tidak terlatih dan tidak terbukti ketika keadaan sedang berjalan lancar, melainkan ketika keadaan sedang berantakan.

“Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun.” (Roma 8:24-25)

Yang kedua yang ingin Dia ajarkan adalah untuk kita mengenal kehebatan-Nya. Jika kita tidak pernah mengalami kesulitan besar di hidup kita, maka kita tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk melihat kehebatan Tuhan kita.

 Api lilin dapat menunjukkan keindahannya dengan paling maksimal ketika ia berada di tengah kegelapan. Begitu pula dengan Tuhan kita, Dia paling dapat menunjukkan kuasa-Nya di tengah keadaan yang kelihatannya sangat buruk. Maka itu, ketika kita sedang berada di sebuah keadaan yang kelihatannya sudah tidak ada harapan, janganlah mengatakan: “Saya takut akan apa yang masalah ini akan perbuat kepada saya.” Tetapi katakanlah: “Saya semangat untuk melihat apa yang Tuhan akan perbuat di tengah masalah ini.”

Yosua, Bangsa Israel, Gideon, dan Daniel—semuanya pada akhirnya berhasil mengalahkan musuh-musuh mereka. Kita belajar bahwa ketika Tuhan yang memimpin, Tuhan yang akan menolong. Apa yang kelihatannya mustahil bagi manusia, sesungguhnya sangatlah mungkin bagi Tuhan. Janganlah membatasi kehebatan Tuhan yang sangat besar dengan imajinasi kita yang sangat kecil. Percayalah bahwa setiap kesulitan yang kita hadapi adalah sebuah proses yang Tuhan ingin gunakan untuk mendidik kita. Terus letakkanlah pengharapanmu pada Tuhan—Dia akan membuat semuanya indah sesuai dengan rancangan-Nya.

“You don’t need to know HOW, as long as you know WHO.”

“We walk by FAITH, and not by SIGHT.”

[Sumber : Grace Depth]


Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top