Tidak
ada tempat lagi bagi generasi Papua yang akan dating untuk tinggal dan hidup di
atas tanahnya sendiri, jika tanah Papua atau leluhurnya dijual oleh orang asli
Papua (OAP) zaman sekarang. Masalah penjualan dan kerusakan tanah di Papua
menjadi masalah penting dalam kehidupan OAP. Penjualan tanah terjadi di seluruh
pelosok-pelosok dan di wilayah-wilayah di tanah Papua, maupun Papua.
Menjual tanah adalah menjual diri dan ibu atau mama yang memberi hidup untuk
manusia. Kita beraktivitas dan hidup di atas tanah Papua. Toh, kita mau
jual tanah atau ibu kita? Nanti anak cucu kita mau dikemanakan?
Penjualan
tanah terjadi di tanah Papua yang paling sering terjadi dipengaruhi oleh
transmigrasi yang merupakan dampak dari pemekaran daerah otonomi baru di Papua.
Orang non Papua berbondong-bondong datang ke Papua, perpindahan penduduk Papua
ke daerah Papua lain dengan alasan untuk membangun tanah Papua, dan
pemekaran-pemekaran wilayah atau daerah otonomi baru di tanah Papua merupakan
dalang penjualan tanah di Papua yang terjadi hanya untuk kebutuhan sesaat,
tanpa memikirkan nasib anak cucu nanti.
Penjualan
tanah di Papua juga terjadi karena semua orang ingin berlomba untuk memegang
uang yang jumlahnya besar dan untuk mencari nama. Namun, setelah itu
selesai dan mau buat apa tidak tahu, hanya untuk memakai uang saja. Sedangkan,
yang menjadi penyakit adalah penjualan tanah akibat pemekaran daerah otonomi
baru yang dampaknya dirasakan oleh kita, kapan dan di mana saja di tanah
Papua. Dengan melihat situasi penjualan tanah di mana-mana, penjual tanah di
setiap pelosok kota dan kampung di tanah Papua, maka mengingatkan
kita kembali untuk nasehat leluhur manusia bangsa Papua pada umumnya
dan khususnya daerah kabupaten intan jaya yang memandang tanah sebagai ibu
atau mama yang selalu memberikan hidup untuk kehidupan manusia Papua.
Mari kita
bergandeng tangan. Stop menjual tanah atau mama kita pada umumnya di tanah Papua dan lebih khusu tanah migani kabupaten
intan jaya !
Mari kita pikirkan nasib anak cucu kita ke depan.