Kelly Kwalik dan Operasi Pembebasan Sandera Mapendum
Kelly Kwalik, pentolan Organisasi Papua Merdeka (OPM) tewas diterjang peluru aparat kepolisian di lokasi persembunyiannya di Timika pada 16 Desember 2009.
Semasa hidupnya, Kelly Kwalik dikenal sebagai kombatan OPM paling brutal dan berbahaya.
Peristiwa yang 'melambungkan' nama Kelly Kwalik di Tanah Air dan menjadi buronan utama aparat keamanan Indonesia ialah saat menculik anggota tim ekspedisi penelitian flora-fauna Lorentz 95.
Penyanderaan itu berlangsung pada 8 Januari 1996.
Sebelumnya diculik, tuim ekspedisi Lorentz 95 melakukan penelitian Biologi di Tiom, Jayawijaya.
Tim Ekspedisi Lorentz berjumlah 11 orang ini terdiri dari WN Inggris; Daniel Start (22), William "Bill" Oates (23), Annette van der Kolk (22), dan Anna Mclvor (21).
Anggota tim dari Indonesia terdiri dari Navy Panekanan (28), Matheis Y.Lasamalu (30), Jualita Tanasale (30), Adinda Arimbis Saraswati (25).
Mereka juga dibantu oleh antropolog Markus Warip (36) dari Universitas Cendrawasih dan Abraham Wanggai (36) dari Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) Kantor Wilayah Kehutanan Irian Jaya.
Kepala suku Nduga, Jacobus Wandika juga turut serta dalam ekspedisi ini.
Pada 8 Januari 1996, ekspedisi ini hampir selesai ketika urusan tambah runyam tatkala tim ekspedisi Lorentz diculik oleh OPM pimpinan Kelly Kwalik.
Sejak saat itu sorotan media internasional diarahkan atas kasus penculikan ini.
Pemerintah Pusat di Jakarta langsung mengambil sikap keras atas penculikan tim Lorentz.
Minta Kemerdekaan
Proses negosiasi sempat dilakukan oleh International Red Cross (IRC) atau Palang Merah Internasional.
Lobi-lobi IRC tak membuahkan hasil. OPM di bawah komando Kelly Kwalik ngotot, meminta syarat Papua dilepas dari Indonesia, dan menjadi sebuah negara merdeka.
"Saya minta ubi harus dapat ubi, bukan minta ubi dikasih ketela!," tutur Kelly Kwalik, seraya mengibaratkan kemerdekaan Papua mutlak tak boleh ditawar Indonesia.
Padahal sebelumnya, anggota OPM Daniel Yudas Kogoya yang menyandera awal belasan tersebut menampilkan sikap kompromis dan lunak dalam negosiasi.
Hanya, Jenderal OPMM Kelly Kwalik mengambil langkah intervensi dan sikap keras kepala.
Kelly Kwalik meminta tebusan yakni menuntut kemerdekaan Papua baru sandera akan dibebaskan.
Hingga Mei 1996, sebelas sandera masih ditahan. Penyanderaan memasuki hari ke-120. Beberapa di antaranya mulai terjangkit penyakit seperti malaria maupun tekanan psikis.
Kopassus Beraksi
Tuntutan Kelly Kwalik sudah pasti dimentahkan pemerintah Indonesia.
Di Jakarta, Brigjen Prabowo Subianto yang kala itu menjabat Komandan Jenderal Kopassus mengusulkan agar para sandera dibebaskan lewat operasi militer.
Meski berisiko tinggi, pejabat TNI di Markas Besar menyetujui usulan menantu Presiden Soeharto tersebut.
Kamis, 9 Mei 1996, Kopassus menyiapkan operasi militer rahasia. Ada 800 pasukan TNI diterjunkan, bersenjatakan AK dan SSI.
Lima unit helikopter TNI AU diterbangkan mendropping pasukan guna penyekatan lokasi penyanderaan.
Sebanyak 200 prajurit di antaranya diterbangkan menggunakan helikopter yang disamarkan untuk warga sipil.
Kopassus Grup-5 Antiteror yang saat itu dipimpin Prabowo Subianto siap perang kontra OPM.
Group itu diisi Satgas Rajawali Yonif Linud 330 pimpinan Kapten Inf Agus Rochim yang bertugas di Timor-Timur.
Sebelumnya, mereka terbang ke Mapenduma, Kabupaten Nduga, Papua pada 7 Mei 1996.
Jenderal OPM Kelly Kwalik tak tahu siapa Yonif Linud 330 yang bakal mereka hadapi.
Yon 330 dapat embel-embel Rajawali bukan sembarangan lantaran sudah menjalani pelatihan layaknya pasukan khusus.
Tujuan pelatihan itu tak lain ialah memburu Si Krebo Hutan Fretilin di Timor-Timur.
Lengkaplah sudah Yon 330 ini, sudah terlatih baik, juga kenyang pengalaman tempur di palagan Timor-Timur yang amat keras itu.
Setibanya di Papua, Yon 330 melakukan persiapan dan koordinasi sebelum akhirnya mulai bergerak ke Daerah Persiapan (DP) di Kenyam.
Kompi dibagi dalam beberapa tim kecil.
Secara berangsur masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.
Tim Pendawa I yang beranggotakan 25 orang mendapat giliran masuk tanggal 13 Mei 1996.
Pendawa I inilah yang bertugas menjadi 'Ring I' dalam pengejaran Kelly Kwalik.
Tim ini juga dipimpin oleh Kapten Agus Rochim.
Mereka berjalan menyusuri sungai Kilmik.
Berhari-hari Pendawa I melacak keberadaan sandera.
Pendawa I rupanya sudah berhasil mengendus keberadaan Kelly Kwalik beserta sandera setelah menemui bungkus permen dan pembalut wanita.
Mereka yakin keberadaan sasaran sudah dekat dan benar saja hal itu.
Pendawa I kemudian menguntit diam-diam, berhari-hari keberadaan Kelly Kwalik tanpa ia sadari sama sekali.
Hal ini dilakukan karena belum adanya 'lampu hijau' bagi tim untuk menyergap Kelly Kwalik.
Pada tanggal 15 Mei 1996, Pendawa I mendapati samar-samar suara orang yang tak lain itu adalah Adinda Saraswati, salah satu anggota tim peneliti.
Seperti dikutip dari Adinda: 130 Hari terperangkap di Mapenduma, setelah melihat ada tentara, ia segera berlari menghampiri para prajurit TNI untuk diselamatkan
Sedangkan sandera yang lain mendapat perintah dari kelompok OPM Kelly Kwalik untuk turun dari tebing menuju sungai.
Namun sejurus kemudian terdengar deru helikopter milik TNI.
OPM panik bukan kepalang mendengar deru helikopter TNI, mereka kemudian bertindak beringas membunuh dua sandera, yakni: Navy Panekanan dan Matheis Y.Lasamalu.
Sisa sandera sembari berteriak histeris melihat pembunuhan itu kemudian berusaha melarikan diri ketika mengetahui TNI menyerbu Kelly Kwalik cs.
Untung sisa sandera berhasil diamankan oleh Yon 330.
Namun OPM bersikeras merebut kembali sandera, mereka menembaki Yon 330.
Maka terjadilah pertempuran sengit antara Yon 330 vs OPM Kelly Kwalik.
Satu malam psaukan Yon 330 bertahan dari serbuan OPM.
Hingga pada 16 Mei 1996 tim tambahan dari Kopassus datang membantu Pendawa I.
Bersama-sama dalam sekejap anakj buah Kelly Kwalik diberondong peluru dan menghabisi kelompok separatis itu dalam sekejap meski Kelly Kwalik berhasil kabur.
Daerah operasi berhasil diamankan dan tim Pendawa I beserta Grup-5 Anti Teror Kopassus mengevakuasi para sandera.
Pada 16 Desember 2009, Kwalik ditembak dalam serangan polisi di tempat persembunyiannya di Gorong-gorong, lingkungan Timika, Kabupaten Mimika.
Kepolisian mengklaim, Kwalik bersenjata ketika ia ditembak. Ia mencoba melarikan diri. Kwalik meninggal di rumah sakit di Timika.
Pemakaman Kwalik diadakan di gedung Dewan Perwakilan Daerah pemerintah daerah Papua di Timika.
Keluarga dan pendukung Kwalik telah meminta agar mereka diizinkan untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora di pemakaman tersebut.
Namun, permintaan itu ditolak oleh Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Daerah Papua, karena bendera yang melambangkan Organisasi Papua Merdeka tersebut dilarang di Papua maupun di Republik Indonesia.
Misa pemakaman Katolik Kwalik dipimpin oleh Uskup John Philip Saklil dari Keuskupan Timika.
Pada bulan Januari 2010, OPM menunjuk Jack Kemong sebagai Panglima Tertinggi baru dari sayap militernya, Tentara Pembebasan Nasional (TNP) dan komandan regional Nemangkawi setelah kematian Kwalik.