RIBUAN KALI PRESIDEN JOKOWI KE PAPUA TETAP PERCUMA

0

Ribuan Kali Presiden joko widodo ke papua tetap percuma



Entah sudah yang ke berapa kali, Presiden Jokowi berkunjung ke Papua sejak 2014. Jika dihitung-hitung, sudah belasan kali, presiden ketujuh RI itu datang ke tanah Papua. 


Jokowi ke Papua utamanya dalam rangka kunjungan kerja. Akan tetapi kenapa kedatangan Presiden Jokowi oleh rakyat Papua selalu dianggap bagaikan angin lalu? 


Jawabannya adalah dari semua agenda kerjanya, tidak pernah beliau menyentuh akar masalah Papua. Akar masalah Papua menurut kajian lembaga ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) ada 4 akar masalah. Ditambah oleh Br.Theo Van De Broek OFM, satu lagi menjadi 5 akar masalah. 


Akar masalah pertama adalah soal pelurusan sejarah politik masa lalu. Kedua adalah pelanggaran HAM. Ketiga adalah Diskriminasi dan Rasisme. 


Keempat adalah Kegagalan Pembangunan dan kesejahteraan. Kelima menurut Br. Theo Van De Broek adalah eksploitasi dan perampokan Sumber Daya alam (SDA) Papua. 


Kelima akar masalah ini selalu diabaikan oleh Presiden Jokowi dalam tiap kunjungannya.  Presiden selalu berpegang pada akar masalah yang keempat saja. Soal kesejahteraan. 


Padahal dengan mengabaikan akar masalah pertama dan lainnya secara parsial tak dapat menyudahi konflik Papua secara komprehensif dan final guna hadirkan kedamaian permanen. 


Presiden tidak memiliki kemauan dan niat sungguh-sungguh menyudahi konflik pelik Papua dengan menyentuh seluruh akar konflik. Tetapi lebih terlihat mengikuti pola pendekatan presiden sebelumnya: formalitas belaka. 


Padahal nyatanya, konflik Papua yang tak terbendung /terselesaikan selama ini disebabkan oleh sejarah politik masa lalu yang kontradiktif. Kemudian berakibat memicu lahirnya pelanggaran hak asasi manusia disertai diskriminasi dan marjinalisasi. 


Kemudian berujung pada kegagalan pembangunan diberbagai bidang terutama pendidikan dan kesehatan karena OAP tidak mendapatkan jaminan keamanan serta keadilan dalam hidupnya. 


Bersamaan dengan ketidakberdayaan itu, terjadi tindak perampokan dam eksploitasi SDA secara besar-besaran dan massif. Sistematis memang desain kehancuran Papua yang sedang dilakukan Indonesia. 


Selama memimpin Indonesia, Jokowi jarang mengedepankan etika demokrasi dan penghornatan pada nilai-nilai universal HAM dalam menangani konflik Papua. 


Justeru di era Jokowi terjadi beberapa kali penangkapan dengan tuduhan makar. Terjadi juga peningkatan praktek diskriminasi berbasis rasialisme. 


Peristiwa Surabaya 2019, Wamena 2019, Yogyakarta 2016 dan masih banyak lagi. Demikian pula dalam konteks kegagalan pembangunan kita bisa saksikan 95% penduduk Mimika menjadi kabupaten termiskin di Indonesia. 


Padahal Mimika merupakan kabupaten dengan bergelimang SDA. Mulai dari emas, perak,   tembaga, nikel dan beragam logam mulia lainnya. Ironis tahun 2018 disebutkan sebagai kabupaten termiskin di Indonesia oleh BPS. 


Dalam sektor eksploitasi dan perampokan SDA jelas terlihat bagaimana PT. Freeporr Indonesia telah meraub keuntungan besar tanpa berefek pada kehidupan ekonomi warga sekitar. 


Padahal sejak beroperasi hingga saat jni sudah hampir 30 tahun, PTFI telah meninggalkan limbah beracun dan lubang raksasa mengangah tanpa sedikitpun berdampak pada OAP. 


Dari banyaknya lapangan kerja yang ada di Papua hampir semuanya dikuasai oleh penduduk migran. Tak ada tempat bagi OAP selain dijabatan pemerintahan dan birokrasi. Itupun hanya kepala. Badan dan ekor dipegang oleh migran. 


Di fora politik pun, pada beberapa tahun terakhir migran Indonesia menunjukkan mulai muncul dominasi sejak 2019. Makin mencengangkan karena terdapat beberapa kabupaten/kota yang sudah didominasi oleh Non OAP. 


Kota Jayapura, Kab. Mimika, Kab. Keerom,Kab. Merauke, Kab. Nabire dan Kota Sorong. Keenam wilayah besar ini telah menjadi pusat basis dominasi non Papua pada 2019.


Pada masa Jokowi juga terdapat perbedaaan penanganan setiap masalah kekerasan negara terhadap masyarakat sipil.  Sebagai contoh. Jokowi angkat suara terkait kasua Feedi Sambo. Sementara bisu atas kasua penembakan Diego Rumaropen. 


Jokowi angkat suara dalam insiden stadion Kanjuruhan Malang, tetapi diam pada kasus Wamena 2023. Jokowi bicara soal kasus kecil lainnya di Jakarta tapi diam atas kasus serupa di Papua. 

*

Dengan demikian bila pemerintahan presiden Jokowi tidak mampu menyelesaikan masalah itu, maka akan menjadi "bara dalam sekam" yang tinggal menunggu kapan meletup. 


Rezim Jokowi sepertinya akan mewariskan dosa rezim sebelumnya secara regeneratif tanpa berupaya menyelesaikannya secara tuntas dan final. 


Dengan melihat itu, maka sampai keseribu kali Jokowi ke Papua, kami akan anggap sia-sia atau percuma. Karena tidak akan pernah mampu menuntaskan masalah Papua secara menyeluruh dan final.

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)

#buttons=(Accept !) #days=(20)

Our website uses cookies to enhance your experience. Learn More
Accept !
To Top