Pemerintah Sementara United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) akan menggelar kongres berdasarkan KTTLB yang telah diadakan tahun 2020, bukan KTT II.
Demikian penjelasan Simion R. W. Surabut, sekretaris West Papua Council pada Pemerintahan Sementara ULMWP, Kamis (23/3/2023) di Wamena, menanggapi desakan dari Petisi Rakyat Papua (PRP) melalui siaran pers bertajuk “PRP Desak ULMWP Gelar KTT II.
Terkait desakan PRP [Petisi Rakyat Papua] terhadap ULMWP untuk gelar KTT II, ULMWP tidak akan pernah gelar KTT II ULMWP. Yang pastinya ULMWP hanya bisa menggelar kongres atau kongres luar biasa sesuai ketentuan yang berlaku di dalam Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) ULMWP,” jelas Surabut.
Pernyataan dari PRP yang bersifat ultimatum kepada ULMWP itu dianggap kurang tepat karena menurut Surabut, PRP adalah panitia untuk menggalang petisi rakyat Papua.
PRP selaku panitia penggalangan petisi rakyat silahkan saja mengajukan usul dan saran bersifat aspiratif kepada ULMWP untuk dapat ditindaklanjuti sesuai mekanisme konstitusional. Secara organisatoris, PRP tidak dapat dibenarkan jika memberikan ultimatum atau mengancam eksistensi organisasi politik bangsa Papua. Justru sebaliknya, organisasi politiklah yang harus member warning atau ultimatum kepada kinerja kepanitiaan. Sebab kepanitiaan itu diberi mandat untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu oleh pimpinan organisasi politik,” tuturnya.
Dijelaskan, pemberlakuan UUDS pun melalui berbagai proses yang panjang. Pansus yang terdiri dari representai NRFPB, WPNCL dan PNWP telah merampungkan dan merumuskan draf RUUS yang diadakan selama dua pekan di Sentani.
Setelah melakukan proses ini, panitia telah menggelar sebuah forum bernama KTTLB ULMWP. Dalam KTTLB tahun 2020, peserta yang terdiri dari Executive Council, Legislative Council dan Judicative Council serta organisasi afiliasi lainnya, telah membahas, memutuskan, menetapan dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara (RUUDS) itu menjadi Undang-Undang yang kini kita sebut dengan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS),” bebernya.
Surabut menyatakan, ada hal yang perlu diketahui bahwa secara konstitusional dasar hukum ULMWP bukan lagi By Law 2014 atau konstitusi 2017. Tetapi sejak 2020, ULMWP telah memberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS).
Surat penetapan dan berita acara pengesahan itu telah dibacakan oleh pimpinan legislatif selaku pimpinan sidang, sebab KTT adalah ajangnya. Bukti dokumennya dalam bentuk naskah, file, audio visual, serta video klip pada saat pembacaan surat penetapan dan berita acara yang ditandatangani itu secara lengkap ada sampai saat ini. Saudara Markus Haluk, Manase Tabuni, dan Daniel Randongkir selaku anggota pansus KTT dan anggota eksekutive council terlibat aktif mengikuti proses hingga selesai. UUDS sudah sah dan legal sejak tanggal ditetapkan,” tegasnya.
Menurut Surabut, semua pengistilahan untuk penyebutan nama-nama forum dan pimpinan di dalam ULMWP pun telah berubah, yaitu nama KTT telah dirubah menjadi kongres, bentuknya juga telah diubah menjadi Pemerintahan Persatuan Sementara dan waktu berlakunya kepemimpinanpun telah berubah.
Tidak ada alasan apapun untuk menyangkal dan melakukan penipuan, kemudian mendesak agar menggelar nama sebua forum yang merupakan bukan ketentuan secara konstitusional,” imbuh Simion.
(Sumber:suarapapua.com)