Beberapa hari yang lalu saya membaca berita tentang tingginya angka bunuh diri petani di India karena gagal panen akibat perubahan cuaca sehingga mereka tidak dapat membayar hutang pembelian tanah, pupuk, dan bibit.
Meskipun tidak seekstrim ini, permasalahan petani (dan peternak) di Indonesia pun tidak jauh berbeda. Mereka butuh biaya untuk mengelola sawah, ladang, kebun, dan ternak. Sementara itu mereka juga bergantung pada iklim yang tidak dapat diprediksi.
Orang-orang
inilah yang menyediakan pangan untuk kita makan, bekerja keras dalam
jangka waktu tidak pendek, dengan hasil yang tidak seberapa.
Lalu
bayangkan ketika kerja keras tersebut, bukannya dihargai dengan cara
menghabiskan makanan yang disediakan, malah dibuang-buang.
Menurut
data survei Economist Intelligence Unit tahun lalu, Indonesia per orang
pertahun membuang/menyisakan 300 kg makanan. Selain persoalan
distribusi dan mafia, salah satu sumber masalahnya juga karena individu
seperti kita ini, mengambil makanan lebih dari kebutuhan lalu tidak
menghabiskannya.
Jika saja kita menyadari bahwa
dalam setiap butir nasi, setiap kerat daging, setiap helai daun lalapan
itu ada kerja keras manusia, ada pengorbanan hidup makhluk, ada
sumbangan energi dari matahari dan sumbangan nutrisi dari bumi, tentu
kita akan lebih menghargai makanan dan tidak akan membuang-buangnya.
Mari mulai menghargai makanan kita.
Karya untuk Perubahan