You’re
My Sweetest Man
Entah
bagaimana awalnya, aku dapat merasakan kenyamanan pada seseorang yang bahkan
aku belum
mengenalnya.
Dia adalah sosok lelaki yang humoris, selalu mempunyai topik obrolan yang
menyenangkan.
Tanpa
sadar aku tertawa sendiri saat membaca chat darinya, aku lupa bahwa sekarang
aku sedang
berjalan
di persimpangan tiga hendak menuju rumah. Aku tertunduk malu saat aku sadar ada
seorang
lelaki
di depan sana menatapku dengan tatapan menyelidik. Sejenak kita beradu pandang,
lalu aku
memalingkan
wajahku ke arah berlawanan.
Tring,
notif bbmku berbunyi dengan cepat aku meraih ponselku dan menatap pesan yang
muncul di layar
telepon.
“Kau
terlihat bahagia sekali ya tadi, aku ingin menjadi alasanmu untuk tersenyum. Oh
iya, aku ingin
mengatakan
tadi kamu cantik saat terseyum”. Ujarnya dalam pesan tadi.
Jantungku
berdegup kencang, ternyata dia adalah lelaki tadi? oh kau tahu aku sangat
bahagia saat aku
tahu
dia adalah lelaki itu. Karena memang sejak awal aku sudah menaruh hati padanya.
Setelah
beberapa bulan dekat dengannya, lalu dia mengatakan cinta padaku. Tidak mungkin
bukan jika
aku
harus menolaknya? karena moment ini yang aku tunggu. Hari hari yang kulalui
bersamanya semua
terasa
indah, berwarna dan menyenangkan.
Kehadiranmu
mengubah pola berpikirku, menjadikanku lebih dewasa dalam menyikapi
permasalahan. Pagi
ini,
aku sedang berada di halaman depan rumah, bersantai sembari membaca novel
kesukaanku dan
menikmati
angin pagi yang menyejukkan. Kulirik mesin waktu yang melingkar di pergelangan
tanganku.
“Oh
baru jam 07.00 ya!”. Ucapku, lalu aku melirik kembali jamku.
“Apa?
oh tidak aku lupa hari ini aku akan lari pagi dengannya”. Ucapku sambil berlari
mencari
sepatuku.
Dengan
cepat aku membereskan semuanya, bagaimana mungkin aku bisa melupakan hal ini?
“Oh
tidak, aku sudah telat 30 menit. Aku tidak ingin membuatnya menunggu lama”. Aku
bergumam sendiri
sambil
berlari.
Aku
membutuhkan waktu 30 menit untuk sampai di tempat yang dijanjikan. Napasku
tidak teratur, aku
masih
mencarinya di kerumunan orang orang. Tiba tiba, ada seseorang yang menarik
tanganku. Dengan
cepat
aku melepaskan pegangan itu. Justin ya dia adalah Justin, dia hanya tersenyum
menyeringai saat
melihat
ekspresi terkejutku.
“Cape?”.
Tanyanya dengan senyum mengembang.
“Sedikit,
hehe”. Jawabku dengan gugup. Kau tahu? aku masih sangat gugup berada di
dekatnya.
“Kalau
begitu, naiklah ke punggungku”. Ucapnya sambil membungkukkan badannya.
“Oh,
tidak perlu aku masih kuat untuk berjalan”. Ucapku sambil menatapnya.
“Naik
atau kau kupaksa?”. Ucapnya sambil menatapku tajam.
Tidak
ada pilihan lain, aku hanya mengangguk menyetujui ucapannya. Lari pagi kali ini
berbeda dari
sebelumnya.
Sebenarnya, ini bukan lari pagi. Karena sedari tadi aku digendongnya, sweet
moment sekali
bukan?
“Kau
haus Elen?”. Tanyanya dengan lembut.
“Aku
umm…”. Belum sempat aku melanjutkan perkataanku, dia telah memotongnya.
“Tidak
perlu kau jawab Elen. Aku tahu kau haus, kalau begitu kau tunggu di sini ya aku
akan
membelikanmu
minum”.
Tanpa
menunggu jawaban dariku, dia telah melangkahkan kaki meninggalkanku. 10 menit,
hingga 20 menit
aku menunggunya,
namun dia tak kunjung datang. Apa dia mengerjaiku? tapi sepertinya itu tidak
mungkin.
Aku pun kembali diam seperti semula, duduk dan memainkan ponselku.
“Menungguku
Nona?”. Tanyanya dengan nada menggodaku.
Pipiku
merah merona mendengar ucapannya, lalu dia memberikan sebuah coklat beserta
suratnya. Dia
mendekatkan
wajahnya ke telingaku lalu berkata “Suratnya jangan kau buka sekarang ya. Kau
boleh
membukanya
saat telah sampai rumah. Aku menyayangimu gendutku.”
Setelah
selesai mengucapkan itu, dia menjauhkan wajahnya dariku.
“Kau
merona sekali ya Elen. Hahaha” Dia tertawa terbahak bahak sembari memegang
hidungku.
“APAAAAA?
berani sekali kau Utin memegang hidungku”. Ucapku sedikit berteriak,
Hari
hari yang kulalui dengannya penuh kegembiraan, semangat dan sebagainya. Oh
dear, i’m glad to
have
you. You change my life to be a more kind. Tapi kebahagiaan itu seketika lenyap
saat mantannya
menemuiku
lalu berkata