Sudah menjadi rahasia umum di negeri
ini, budaya ambil jalan pintas telah merebak ke semua lapisan masyarakat.
Kebiasaan untuk mengambil jalan pintas ini sudah benar-benar menjadi budaya
baru, sudah jadi tradisi. Mengambil jalan pintas adalah istilah yang dapat
diartikan tidak melalui jalan pada umumnya. Ambil jalan pintas, sama saja
dengan tidak mau menjalani proses dan tahapan-tahapan yang semestinya.
Fenomena mengambil jalan pintas
merupakan fenomena yang telah berurat, berakar dan menjadi budaya masyarakat.
Budaya tersebut telah merasuki semua sendi kehidupan. Banyak contoh yang sangat
nyata dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya pada penerimaan
pekerjaan, baik CPNS, TNI-Polri, artis, atau jenis pekerjaan lainnya. Untuk
mendapatkan pekerjaan tersebut seseorang tidak segan mengambil jalan pintas
dengan uang sogokan. Seorang calon legislatif atau pejabat menggunakan politik
uang untuk membeli suara rakyat agar jabatan atau kedudukan yang diincar dapat
teraih.
Yang lebih memprihatinkan, budaya
jalan pintas juga sudah merasuki dunia pendidikan. Misalnya budaya nyontek di
kalangan pelajar demi nilai yang bagus, membeli kunci jawaban Ujian Nasional.
Di perguruan tinggi juga banyak ditemukan plagiarisme karya tulis ilmiah. Guru
membeli PTK untuk kenaikan pangkat, membeli ijazah untuk mendapatkan gelar di
depan atau belakang namanya, dan sebagainya. Dunia pendidikan yang seharusnya
mampu memberikan dan menanamkan keteladanan justru ikut larut dalam budaya
negatif tersebut.
Budaya jalan pintas adalah
representasi dari keengganan seseorang pada umumnya untuk bekerja keras, kurang
sabar dalam menjalani proses. Seseorang pada umumnya menginginkan sesuatu
secara cepat dan tidak perlu berlelah-lelah. Istilah populernya cara-cara instan.
Dengan sim salabim, seketika terwujudlah yang diinginkan. Ingin cepat menjadi
kaya, cepat sukses, cepat dapat gelar, dan sebagainya.
Budaya jalan pintas telah
menghasilkan korupsi, merampas atau tidak peduli pada hak orang lain. Akhirnya,
terjadi pergeseran nilai di masyarakat. Orang makin individualis dan cenderung
mengabaikan dan melecehkan hak orang lain. Untuk mengejar kesuksesannya, orang
tak ragu-ragu mengorbankan orang lain. Pelamar kerja yang menggunakan uang
pelicin akan mengalahkan orang lain yang tidak memiliki uang. Pelajar yang
menyontek akan mendapat nilai lebih bagus dibandingkan dengan pelajar yang
jujur.
Budaya jalan pintas yang mengarah
pada cara-cara instan ini pada akhirnya akan memanjakan manusia. Inilah yang
barangkali ikut mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya generasi manja. Generasi
yang tidak terbiasa bekerja keras dan tidak dibiasakan untuk memahami suatu
proses. Terlebih ketika kemudahan makin banyak ditemukan. Mereka tidak mau
bersusah payah, tapi mengingkan hasil melimpah. Mereka hanya berorientasi pada
hasil. Menginginkan segala sesuatu serba cepat dan praktis, tanpa perlu
bersusah payah, menjadi ciri kuat generasi sekarang. Padahal, kematangan kerja
hanya bisa didapat melalui proses. Apabila hal ini dibiarkan tentu akan memberikan
dampak negatif, antara lain sebagai berikut.
Pertama, anak terbiasa berpikir
pendek. Jika nantinya menghadapi masalah di luar kelas, ia tidak dapat
mengatasinya. Padahal belum tentu saat ia menghadapi permasalahan di luar kelas
orang lain mampu membantunya. Akhirnya hal ini akan membawa anak pada masalah
lain yang lebih rumit misalnya lari dari tanggung jawab, terjun ke dunia
narkoba, atau bergaul dengan orang yang berkarakter negatif.
Kedua, tidak siap dengan tantangan.
Masa depan tidak dapat berjalan seperti sekarang. Misalnya, jika saat menyontek
anak selalu memperoleh nilai baik maka kemungkinan besar mereka akan kesulitan
menjalani hidup. Nilai yang diperoleh tidak mencerminkan kecerdasan anak
sesungguhnya sehingga hal itu hanyalah kebahagiaan sesaat saja.
Ketiga, timbulnya rasa kurang
percaya diri. Percaya diri adalah karakter yang tidak setiap orang memiliki.
Sangat jarang orang yang memiliki rasa percaya diri kuat. Orang yang tidak
percaya diri inilah yang kadang-kadang menyebabkan seseorang ‘membebek’ tingkah
laku orang lain.
Keempat, hilangnya kemandirian.
Kebiasaan menempuh jalan pintas menjadikan ketergantungan seseorang semakin
tinggi terhadap kemudahan-kemudahan yang ada. Anak menjadi tidak mandiri karena
selalu tergantung kepada orang lain.
Kelima, hilangnya rasa tanggung
jawab. Seseorang menjadi tidak bersungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu
karena segala sesuatu dapat diselesaikan dengan jalan pintas, misalnya uang
pelicin.