Demo mahasiswa Papua di depan Istana Merdeka, mengibarkan bintang kejora. Foto: Istimewa |
Sa pikir alasan seseorang memilih menjadi pejuang kemerdekaan Papua Barat bukan sekedar karena bapa atau mama korban pelanggaran HAM. Ini sudut pandang yang terlalu dangkal.
Ko berjuang karena ko pu bapa atau mama dibunuh itu namanya dendam. Tapi kenyataannya tidak semua anak juga bisa dendam ketika orang tua mereka dibunuh, contoh nyata adalah Theys Eluay.
Orang Berjuang Papua Merdeka itu karena cinta. Cinta terhadap tanah air yang dibela mati-matian, entah lewat perjuangan di hutan, sipil kota dan diplomasi. Intinya semua hidup diserahkan untuk Papua bisa Merdeka. Biarpun dipenjara, dijadikan buronan, diteror, diintimidasi, disiksa sampai ditembak mati, rasa cinta itu tidak padam untuk tanah air West Papua. Tidak peduli mau dicap makar, separatis, KKB, bahkan teroris karena itu sudah konsekuensi pejuang kemerdekaan untuk dibeli oleh negara penjajah.
Cinta terhadap negeri itu tumbuh karena realitas negeri. Kita dengan darah, daging, dan otak sadar bahwa manusia di negeri ini dibunuh, dihabisi. Setiap hari berita kematian ada terus. Ada yang meninggal karena sakit, ada yang meninggal karena ditembak. Kita harus bertahan dengan kondisi hidup miskin padahal secara sadar kita tahu bahwa sebenarnya kita kaya, tapi bagaimana sistem ini bisa mampu memiskinkan kita dengan cara terstruktur dan sistematis sehingga kita tidak pernah sadar tentang kemiskinan, tentang kebodohan, dan tentang kematian. Bagaimana kita dididik untuk tidak mampu menganalisa semua keterkaitan dan pertentangan yang diciptakan oleh kolonialisme Indonesia dan tuannya Imprealisme.
Terlepas dari semua itu, percayalah hanya cinta tanpa kelas yang buat kita mampu menembus batas-batas yang diciptakan untuk memisahkan kita. Saya tidak harus menjadi orang Nduga untuk bicara Kasus Mutilasi, sa tidak harus jadi orang Mappi untuk bicara Mappi Berdarah. Sa tidak harus jadi orang Genyem dan Kerom baru sa tolak perusahaan. Sama seperti yang lain tidak harus jadi orang Sentani atau orang Jayapura untuk melawan pembangunan yang memarjinalkan pribumi.
Kita berjuang berdasarkan kesadaran. Kesadaran yang membawah kita pada rasa cinta bahwa negeri ini harus diperjuangkan. Tidak peduli seberapa lama kita berjuang. Tidak peduli seberapa sering kita menderita dalam perjuangan. Yang paling penting adalah hasil dari perjuangan ini. Kita tidak ingin mewarisi penindasan. Kita juga tidak ingin mewarisi cerita seperti orang Aborigin dan orang Indian. Kita hanya menginginkan kelak Papua Barat itu merdeka, adil, dan sejahtera. Dimana didalamnya nanti manusia tanpa kelas itu hidup tanpa memandang ras dan kesukuan serta, agama dan gender. Biarlah kelak kita hanya akan memandang Kebenaran Sang Bintang Kejora sebagai satu bintang yang mempersatukan.(Ukc/Yokbeth Felle)